Maluku
atau yang dikenal secara internasional sebagai Moluccas adalah salah
satu provinsi
tertua di Indonesia.
Ibukotanya adalah Ambon. Pada tahun 1999, sebagian wilayah
Provinsi Maluku dimekarkan menjadi Provinsi Maluku
Utara, dengan ibukota di Sofifi. Provinsi Maluku terdiri atas gugusan kepulauan yang
dikenal dengan Kepulauan Maluku.
Maluku
memiliki sejarah yang panjang mengingat daerah ini telah dikuasai bangsa asing
selama kurang lebih 2300 tahun lamanya dengan didominasi secara berturut-turut
oleh bangsa Arab, Portugis, Spanyol dan Belanda serta menjadi daerah
pertempuran sengit antara Jepang dan Sekutu pada era Perang Dunia ke II.
Para
penduduk asli Banda berdagang rempah-rempah dengan negara-negara Asia lainnya,
seperti Cina, paling tidak sejak zaman Kekaisaran Romawi. Dengan adanya
kemunculan agama Islam, perdagangan didominasi oleh para pedagang Muslim. Salah
satu sumber kuno Arab menggambarkan lokasi dari pulau ini berjarak sekitar lima
belas hari berlayar dari Timur 'pulau Jaba' (Jawa)namun perdagangan langsung
hanya terjadi hingga akhir tahun 1300an. Para pedagang Arab tidak hanya membawa
agama Islam, tetapi juga sistem kesultanan dan mengganti sistem lokal yang
dimana didominasi oleh Orang Kaya, yang disamping itu lebih efektif digunakan
jika berurusan dengan pihak luar.
Melalui
perdagangan dengan para pedagang Muslim, bangsa Venesia kemudian datang untuk
memonopoli perdagangan rempah-rempah dari Eropa antara 1200 dan 1500, melalui
dominasi atas Mediterania ke kota pelabuhan seperti Iskandariyah (Mesir), setelah jalur
perdagangan tradisional mulai terganggu oleh Mongol dan Turki. Dalam menunjang
monopoli ini kemudian mereka ikut serta dalam Abad Eksplorasi Eropa. Portugal
mengambil langkah awal penjelajahan dengan berlayar ke sekitar tanjung selatan
benua Afrika, mengamankan rute-rute penting perdagangan, bahkan tanpa sengaja
menemukan pantai Brazil dalam pencarian ke arah selatan. Portugal akhirnya
sukses dan pembentukan daerah monompolinya sendiri dan memancing keukasaan
maritim lain seperti Spanyol-Eropa, Perancis, Inggris dan Belanda untuk
mengganggu posisinya.
Karena
tingginya nilai rempah-rempah di Eropa dan besarnya pendapatan yang dihasilkan,
Belanda dan Inggris segera terlibat dalam konflik untuk mendapatkan monopoli
atas wilayah ini. Persaingan untuk memiliki kontrol atas kepulaiuan ini menjadi
sangat intensif bahakn untuk itu Belanda bahkan memberikan pulau Manhattan
(sekarang New
York), di pihak lain Inggris memberikan Belanda kontrol penuh atas
kepulauan Banda. Lebih dari 6.000 jiwa di Banda telah mati dalam perang
rempah-rempah ini. Dan dikemudian hari, kemenangan atas kepulauan ini
dikantongi Kerajaan Belanda.
Alat musik
yang terkenal adalah Tifa (sejenis gendang) dan Totobuang. Masing-masing alat
musik dari Tifa Totobuang memiliki fungsi yang bereda-beda dan saling mendukung
satu sama lain hingga melahirkan warna musik yang sangat khas. Namun musik ini
didominasi oleh alat musik Tifa. Terdiri dari Tifa yaitu, Tifa Jekir, Tifa
Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas, ditambah sebuah Gong
berukuran besar dan Toto Buang yang merupakan serangkaian gong-gong kecil yang
di taruh pada sebuah meja dengan beberapa lubang sebagai penyanggah. Adapula
alat musik tiup yaitu Kulit Bia (Kulit Kerang).
Dalam
kebudayaan Maluku, terdapat pula alat musik petik yaitu Ukulele dan Hawaiian
seperti halnya terdapat dalam kebudayaan Hawaii di Amerika Serikat. Hal ini
dapat dilihat ketika musik-musik Maluku dari dulu hingga sekarang masih
memiliki ciri khas dimana terdapat penggunaan alat musik Hawaiian baik pada
lagu-lagu pop maupun dalam mengiringi tarian tradisional seperti Katreji.
Musik
lainnya ialah Sawat. Sawat adalah perpaduan dari budaya Maluku dan budaya Timur
Tengah. Pada beberapa abad silam, bangsa Arab datang untuk menyebarkan agama
Islam di Maluku, kemudian terjadilah campuran budaya termasuk dalam hal musik.
Terbukti pada beberapa alat musik Sawat, seperti rebana dan seruling yang
mencirikan alat musik gurun pasir.
Diluar
daripada beragamnya alat musik, orang Maluku terkenal handal dalam bernyanyi.
Sejak dahulu pun mereka sudah sering bernyanyi dalam mengiringi tari-tarian
tradisional. Tak ayal bila sekarang terdapat banyak penyanyi terkenal yang
lahir dari kepulauan ini. Sebut saja para legenda seperti Broery Pesoelima dan
Harvey Malaihollo. Belum lagi para penyanyi kaliber dunia lainnya seperti
Daniel Sahuleka, Ruth Sahanaya, Monica Akihary, Eric Papilaya, Danjil Tuhumena,
Romagna Sasabone, Harvey Malaihollo serta penyanyi-penyanyi muda berbakat
seperti Glen Fredly, Ello Tahitu dan Moluccas. Tari yang terkenal adalah tari Cakalele yang
menggambarkan Tari perang. Tari ini biasanya diperagakan oleh para pria dewasa
sambil memegang Parang dan Salawaku (Perisai).
Ada pula
Tarian lain seperti Saureka-Reka yang menggunakan pelepah pohon sagu. Tarian
yang dilakukan oleh enam orang gadis ini sangat membutuhkan ketepatan dan
kecepatan sambil diiringi irama musik yang sangat menarik.
Tarian yang
merupakan penggambaran pergaulan anak muda adalah Katreji. Tari Katreji
dimainkan secara berpasangan antara wanita dan pria dengan gerakan bervariasi
yang enerjik dan menarik. Tari ini hampir sama dengan tari-tarian Eropa pada
umumnya karena Katreji juga merupakan suatu akulturasi dari budaya Eropa
(Portugis dan Belanda) dengan budaya Maluku. Hal ini lebih nampak pada setiap
aba-aba dalam perubahan pola lantai dan gerak yang masih menggunakan bahasa
Portugis dan Belanda sebagai suatu proses biligualisme. Tarian ini diiringi
alat musik biola, suling bambu, ukulele, karakas, guitar, tifa dan bas gitar,
dengan pola rithm musik barat (Eropa) yang lebih menonjol. Tarian ini masih tetap
hidup dan digemari oleh masyarakat Maluku sampai sekarang.
Selain
Katreji, pengaruh Eropa
yang terkenal adalah Polonaise yang biasanya dilakukan orang Maluku pada saat
kawinan oleh setiap anggota pesta tersebut dengan berpasangan, membentuk
formasi lingkaran serta melakukan gerakan-gerakan ringan yang dapat diikuti
setiap orang baik tua maupun muda.